Isra Itu Apa Sih? Yuk Pahami Maknanya!

Isra adalah salah satu peristiwa paling luar biasa dan penuh keajaiban dalam sejarah Islam. Kata “Isra” sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti perjalanan malam hari. Dalam konteks sejarah kenabian Muhammad SAW, Isra merujuk pada perjalanan spiritual dan fisik beliau yang sangat cepat dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem (Palestina) dalam satu malam. Perjalanan ini bukanlah perjalanan biasa yang bisa dilakukan manusia dengan kendaraan pada umumnya pada masa itu.

Perjalanan Isra Miraj

Peristiwa Isra ini disebutkan secara langsung dalam Al-Quran, tepatnya pada permulaan Surah Al-Isra’ (Surah 17), ayat 1: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Ayat ini menjadi bukti nyata dari kebenaran peristiwa Isra bagi umat Islam.

Awal Perjalanan dari Masjidil Haram

Perjalanan Isra dimulai dari Masjidil Haram di Makkah. Masjidil Haram adalah rumah Allah (Ka’bah) dan merupakan kiblat pertama bagi umat Islam. Pada malam itu, ketika Rasulullah SAW sedang berada di dekat Ka’bah atau di rumah Ummu Hani (saudara perempuan Ali bin Abi Thalib), malaikat Jibril datang menghampirinya.

Ini bukan kunjungan biasa. Jibril AS datang dengan membawa Buraq, sebuah makhluk tunggangan yang digambarkan ukurannya antara keledai dan bagal (kuda), berwarna putih, dan mampu bergerak sangat cepat, sejauh mata memandang. Buraq inilah yang menjadi kendaraan Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan malam tersebut. Kecepatan Buraq menunjukkan bahwa perjalanan ini di luar jangkauan teknologi manusia pada masa itu, bahkan hingga kini.

Menuju Masjidil Aqsa: Persinggahan yang Penuh Makna

Dari Makkah, Nabi Muhammad SAW menunggangi Buraq bersama Jibril AS menuju Masjidil Aqsa di Yerusalem. Masjidil Aqsa adalah salah satu situs paling suci dalam Islam, selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Sebelum Ka’bah dijadikan kiblat, umat Islam shalat menghadap Masjidil Aqsa.

Sesampainya di sana, Rasulullah SAW diceritakan mengimami shalat dua rakaat. Yang mengagumkan, makmum di belakang beliau adalah para Nabi terdahulu, seperti Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi-Nabi lainnya. Ini menunjukkan kedudukan istimewa Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin para Nabi dan Rasul. Mengimami para Nabi di Masjidil Aqsa juga menegaskan bahwa risalah Nabi Muhammad SAW adalah kelanjutan dan penyempurnaan dari risalah Nabi-Nabi sebelumnya. Masjidil Aqsa sendiri adalah tempat yang memiliki sejarah panjang dalam agama-agama samawi.

Pentingnya Masjidil Aqsa

Masjidil Aqsa bukan sembarang tempat. Ia adalah:
* Kiblat pertama umat Islam sebelum Ka’bah.
* Salah satu dari tiga masjid yang dianjurkan untuk dikunjungi dalam Islam (selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi).
* Tanah yang diberkahi oleh Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Isra ayat 1.

Keberkahan di sekitar Masjidil Aqsa mencakup tanah Syam (Suriah, Palestina, Yordania, Lebanon) secara umum, yang merupakan tanah para Nabi. Perjalanan Isra ke tempat ini menunjukkan ikatan erat antara risalah Nabi Muhammad SAW dengan sejarah kenabian yang panjang di wilayah tersebut. Ini juga menegaskan bahwa Islam menghargai dan mengakui Nabi-Nabi sebelum Muhammad SAW.

Pertemuan dengan Para Nabi dan Pemandangan Unik

Selama perjalanan Isra, baik dalam perjalanan ke Masjidil Aqsa maupun sesampainya di sana, Nabi Muhammad SAW diperlihatkan berbagai tanda kebesaran Allah SWT. Beliau bertemu dengan roh para Nabi terdahulu. Pertemuan ini bukan sekadar sapaan, tetapi juga menunjukkan sanad (mata rantai) kenabian yang bersambung hingga Nabi Muhammad SAW.

Di samping pertemuan dengan para Nabi, Rasulullah SAW juga diperlihatkan berbagai gambaran tentang balasan bagi perbuatan manusia. Gambaran-gambaran ini berfungsi sebagai peringatan bagi umat Islam tentang konsekuensi dari amal perbuatan mereka di dunia. Misalnya, beliau melihat:
* Orang-orang yang memakan bangkai, yang ditafsirkan sebagai orang yang gemar menggunjing atau ghibah.
* Orang-orang yang memotong lidahnya sendiri, yang ditafsirkan sebagai para penceramah atau pembicara yang tidak mengamalkan apa yang mereka sampaikan.
* Orang-orang yang perutnya sangat besar dipenuhi ular, yang ditafsirkan sebagai pemakan riba.
* Wanita-wanita yang disiksa dengan digantung payudaranya, ditafsirkan sebagai pezina atau wanita yang memasukkan anak ke dalam keluarganya padahal anak itu bukan dari suaminya.
* Sebaliknya, beliau juga diperlihatkan gambaran tentang orang-orang yang mendapat pahala, seperti orang yang berjuang di jalan Allah yang panen hasilnya berlipat ganda.

Pemandangan-pemandangan ini adalah bagian dari “tanda-tanda kebesaran Kami” yang disebutkan dalam ayat pertama Surah Al-Isra’. Tujuannya adalah untuk semakin mengokohkan keyakinan Nabi Muhammad SAW akan janji dan ancaman Allah, serta memberinya bekal spiritual dan visual untuk membimbing umatnya. Ini juga menegaskan realitas akhirat, surga, dan neraka.

Tujuan dan Hikmah Isra

Perjalanan Isra bukanlah perjalanan tanpa tujuan. Ada banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari peristiwa ini, di antaranya:

Baca Juga: loading
  1. Menghibur dan Menguatkan Hati Nabi: Peristiwa Isra terjadi pada saat Nabi Muhammad SAW sedang mengalami masa-masa sulit. Beliau baru saja kehilangan pamannya, Abu Thalib, yang selalu melindunginya, dan istri tercintanya, Khadijah RA, yang selalu mendukungnya. Tahun itu dikenal sebagai ‘Aamul Huzn’ (Tahun Kesedihan). Selain itu, dakwah beliau di Makkah menghadapi penolakan dan penganiayaan yang hebat dari kaum Quraisy. Isra adalah cara Allah untuk menghibur hamba-Nya yang kekasih, menunjukkan dukungan-Nya, dan menguatkan hatinya untuk melanjutkan perjuangan.
  2. Menunjukkan Kebesaran dan Kekuasaan Allah SWT: Perjalanan Isra adalah mukjizat yang menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu. Perjalanan ribuan kilometer dari Makkah ke Yerusalem yang ditempuh dalam semalam adalah sesuatu yang mustahil bagi manusia biasa. Ini adalah bukti nyata bahwa hukum alam yang kita pahami dapat dilampaui atas kehendak Allah.
  3. Mengukuhkan Kedudukan Nabi Muhammad SAW: Dengan mengimami shalat para Nabi di Masjidil Aqsa, Allah menunjukkan kepada seluruh alam (termasuk para malaikat dan roh para Nabi) bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Sayyidul Anbiya wal Mursalin (Pemimpin para Nabi dan Rasul), pembawa risalah terakhir dan paling sempurna.
  4. Menyiapkan Nabi untuk Peristiwa yang Lebih Besar (Mi’raj): Isra adalah bagian pertama dari perjalanan yang lebih besar. Setelah Isra, Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan vertikal ke langit ketujuh dan bahkan Sidratul Muntaha dalam peristiwa yang dikenal sebagai Mi’raj. Isra ke Masjidil Aqsa berfungsi sebagai semacam ‘pangkalan’ atau titik transisi sebelum Mi’raj.
  5. Menunjukkan Pentingnya Masjidil Aqsa: Perjalanan ini secara eksplisit menyoroti pentingnya Masjidil Aqsa sebagai salah satu tempat suci dalam Islam. Ini memberikan legitimasi dan ikatan spiritual yang kuat antara umat Islam dengan Yerusalem.

Reaksi Kaum Quraisy dan Ujian Keimanan

Ketika Nabi Muhammad SAW menceritakan pengalamannya tentang Isra kepada kaum Quraisy di Makkah keesokan harinya, reaksi mereka sangat keras. Mayoritas dari mereka mendustakan dan mencemooh beliau. Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan perjalanan sejauh itu dalam satu malam, sementara perjalanan normal menggunakan unta memakan waktu berminggu-minggu? Mereka melihatnya sebagai sesuatu yang tidak masuk akal.

Mereka bahkan menantang Nabi Muhammad SAW untuk mendeskripsikan Masjidil Aqsa, yang sebagian dari mereka pernah mengunjunginya. Dengan pertolongan Allah, Masjidil Aqsa dihadirkan di hadapan beliau secara visual, sehingga beliau bisa mendeskripsikan setiap detailnya, termasuk letak pintu-pintunya dan ciri-ciri bangunannya. Deskripsi Nabi Muhammad SAW sangat akurat, dan orang-orang yang pernah ke sana membenarkannya. Namun, bagi sebagian besar kaum Quraisy, ini justru dianggap sebagai sihir atau kebohongan yang lebih besar, bukan bukti kebenaran.

Abu Bakar Ash-Shiddiq: Bukti Keimanan Sejati

Di tengah keraguan dan cemoohan kaum Quraisy, ada kisah luar biasa tentang keyakinan Abu Bakar RA. Ketika orang-orang berlari mendatangi Abu Bakar dan memberitahunya tentang klaim Muhammad SAW tentang perjalanan malam ke Baitul Maqdis (nama lain Masjidil Aqsa) dan naik ke langit, mereka berharap Abu Bakar akan ragu atau bahkan mengingkari Nabi Muhammad SAW.

Namun, reaksi Abu Bakar sangat berbeda. Beliau tanpa ragu sedikit pun langsung membenarkan. Beliau berkata, “Jika dia (Muhammad) yang mengatakan demikian, maka dia benar. Aku percaya kepadanya dalam hal yang lebih dahsyat dari itu, yaitu berita dari langit (wahyu) yang datang pagi dan sore.” Karena keteguhan dan kesungguhannya dalam membenarkan Nabi SAW dalam segala hal, Abu Bakar pun mendapat gelar Ash-Shiddiq, yang artinya ‘orang yang sangat benar dan membenarkan’. Kisah ini menunjukkan bahwa Isra Mi’raj juga merupakan ujian keimanan bagi umat Islam saat itu. Siapa yang beriman akan kebenaran Nabi, dan siapa yang mendustakannya?

Isra Sebagai Bagian Pertama dari Dua Perjalanan

Penting untuk diingat bahwa Isra adalah bagian pertama dari peristiwa yang lebih besar yang dikenal sebagai Isra Mi’raj. Isra adalah perjalanan horizontal dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Setelah tiba di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad SAW kemudian melanjutkan perjalanan vertikal, yaitu Mi’raj, ke langit yang tinggi, melewati tujuh lapis langit, hingga ke Sidratul Muntaha (batas terakhir makhluk).

Mi’raj adalah di mana perintah shalat lima waktu diturunkan langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi, Isra adalah fondasi atau pembukaan untuk Mi’raj, perjalanan spiritual ke hadirat Ilahi. Keduanya adalah satu kesatuan peristiwa yang terjadi dalam satu malam.

Hikmah Spiritual dari Isra

Lebih dari sekadar kisah sejarah atau mukjizat fisik, peristiwa Isra mengandung banyak hikmah spiritual bagi umat Islam. Perjalanan ini mengingatkan kita tentang:
* Kekuasaan Mutlak Allah: Tidak ada yang mustahil bagi-Nya.
* Kedudukan Tinggi Nabi Muhammad SAW: Beliau adalah hamba yang sangat dicintai dan dimuliakan Allah.
* Pentingnya Masjidil Aqsa: Menjadi pengingat akan ikatan spiritual dengan tanah suci Yerusalem.
* Realitas Ghaib: Peristiwa ini menguatkan keyakinan terhadap hal-hal yang tidak terlihat oleh mata kepala, seperti malaikat, Buraq, surga, neraka, dan alam ghaib lainnya.
* Ujian Keimanan: Seperti halnya kaum Quraisy dan para sahabat, kisah Isra menguji seberapa kuat keyakinan seseorang pada kebenaran wahyu dan mukjizat Allah melalui Nabi-Nya. Keimanan sejati adalah percaya pada apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, meskipun mungkin di luar logika manusia.

Mengambil Pelajaran dari Isra

Sebagai umat Islam di zaman modern, kita mungkin tidak menyaksikan mukjizat seperti Isra secara langsung, tetapi pelajaran dari peristiwa ini tetap relevan. Isra mengajarkan kita untuk:

  1. Memperkuat Keyakinan: Hadapi keraguan dengan keyakinan pada kebesaran Allah dan kebenaran Rasul-Nya.
  2. Menghargai Shalat: Peristiwa Mi’raj, yang merupakan kelanjutan Isra, membawa perintah shalat lima waktu. Ini menunjukkan betapa pentingnya shalat dalam Islam. Shalat adalah mi’raj-nya orang beriman, momen di mana kita “naik” menghadap Allah SWT.
  3. Merenungkan Kehidupan Akhirat: Gambaran surga dan neraka yang diperlihatkan kepada Nabi SAW saat Isra harus menjadi motivasi kita untuk beramal shalih dan menjauhi maksiat.
  4. Menghormati Para Nabi: Peristiwa di Masjidil Aqsa menunjukkan persatuan dalam risalah kenabian. Kita wajib menghormati semua Nabi yang diutus Allah.
  5. Memahami Pentingnya Masjidil Aqsa: Menjadikan Masjidil Aqsa sebagai bagian dari perhatian dan kepedulian kita sebagai umat Islam.

Peristiwa Isra adalah bukti nyata kasih sayang Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan merupakan titik balik penting dalam sejarah Islam yang mendahului Mi’raj dan perintah shalat.

Bagaimana pendapatmu tentang peristiwa Isra? Ada hikmah lain yang kamu temukan? Yuk, share di kolom komentar!

Posting Komentar