PHK Itu Apa Sih? Yuk Pahami Artinya Biar Nggak Kaget
Pemutusan Hubungan Kerja, atau yang sering kita singkat PHK, adalah momen yang bisa dibilang kurang mengenakkan, baik bagi karyawan maupun bagi perusahaan. Secara sederhana, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja atau buruh dengan pengusaha. Ini artinya, kewajiban dan hak di antara keduanya berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, jadi berakhir.
PHK ini bukan cuma soal “dipecat” dalam konotasi negatif, lho. Ada banyak skenario yang bisa menyebabkan PHK terjadi, dan tidak semuanya terkait dengan kesalahan atau performa buruk karyawan. Memahami apa itu PHK dan kenapa serta bagaimana prosesnya terjadi itu penting banget, baik kamu sebagai karyawan maupun sebagai pemilik bisnis. Ini membantumu tahu hak dan kewajiban masing-masing pihak saat situasi ini harus dihadapi.
Alasan di Balik Terjadinya PHK¶
Mengapa hubungan kerja yang sudah terjalin harus putus? Ada beragam alasan, mulai dari kondisi internal perusahaan sampai hal-hal yang datang dari sisi karyawan itu sendiri. Penyebab PHK ini sangat menentukan bagaimana prosesnya berjalan dan juga besaran kompensasi yang akan diterima oleh karyawan.
Alasan dari Sisi Perusahaan¶
Ini adalah sebab-sebab PHK yang datang dari kebijakan atau kondisi perusahaan. Seringkali, ini terjadi bukan karena kesalahan individu karyawan.
- Efisiensi Perusahaan: Ini salah satu alasan paling umum belakangan ini. Perusahaan melakukan PHK untuk mengurangi biaya operasional. Biasanya ini terjadi saat kondisi ekonomi lesu, pasar menurun, atau ada restrukturisasi besar-besaran. Tujuannya bisa untuk menghindari kerugian atau bahkan sudah dalam kondisi merugi.
- Perusahaan Tutup atau Pailit: Jika perusahaan mengalami kerugian terus-menerus selama dua tahun atau dinyatakan pailit (bangkrut) oleh pengadilan, mereka mau tidak mau harus menghentikan kegiatan operasionalnya, yang berdampak pada PHK seluruh atau sebagian besar karyawan.
- Perubahan Struktur Perusahaan: Adanya merger (penggabungan), akuisisi (pengambilalihan), atau peleburan perusahaan bisa membuat ada posisi-posisi yang tumpang tindih atau tidak lagi dibutuhkan. Karyawan yang posisinya redundan bisa di-PHK, apalagi jika mereka tidak bersedia bergabung dengan perusahaan yang baru.
- Perubahan Teknologi: Kemajuan teknologi yang pesat bisa membuat beberapa pekerjaan digantikan oleh mesin atau sistem otomatis. Perusahaan mungkin melakukan PHK pada karyawan yang tugasnya kini bisa diambil alih teknologi.
- Force Majeure (Keadaan Memaksa): Bencana alam atau kejadian luar biasa lain yang membuat perusahaan tidak bisa lagi menjalankan bisnisnya. Contoh paling relevan adalah pandemi COVID-19 kemarin, banyak bisnis terpaksa tutup atau mengurangi karyawan karena pembatasan aktivitas.
Alasan dari Sisi Karyawan¶
PHK juga bisa terjadi karena hal-hal yang terkait dengan karyawan, meskipun perlu diingat, tidak semua “keluarnya karyawan” itu disebut PHK dalam arti sempit (misalnya pensiun atau meninggal).
- Pelanggaran Peraturan Perusahaan/Perjanjian Kerja: Jika karyawan melakukan pelanggaran berat atau pelanggaran berulang meskipun sudah diberi Surat Peringatan (SP), perusahaan berhak melakukan PHK. Contoh pelanggaran berat antara lain mencuri, melakukan kekerasan di tempat kerja, atau membocorkan rahasia perusahaan. Prosesnya harus melalui tahapan peringatan yang jelas sesuai aturan.
- Kinerja Buruk: Karyawan yang performanya tidak memenuhi standar atau target yang ditetapkan, dan sudah melalui proses pembinaan namun tidak ada perbaikan, bisa menjadi alasan PHK. Tapi, proses ini harus didahului dengan evaluasi yang objektif dan kesempatan untuk memperbaiki diri.
- Mengundurkan Diri (Resign): Ini secara teknis juga pengakhiran hubungan kerja, tapi inisiatifnya datang dari karyawan. Meskipun sering dibahas dalam konteks “putusnya hubungan kerja,” resign berbeda dengan PHK yang diinisiasi perusahaan, terutama terkait hak-hak yang didapat.
- Pensiun: Mencapai usia pensiun yang ditetapkan oleh perusahaan atau undang-undang juga mengakhiri hubungan kerja. Ini adalah pengakhiran yang direncanakan dan biasanya karyawan mendapatkan hak pensiun atau pesangon pensiun.
- Meninggal Dunia: Tentu saja, jika karyawan meninggal dunia, hubungan kerja otomatis berakhir. Ahli waris biasanya berhak atas kompensasi atau santunan sesuai peraturan.
Penting untuk dicatat bahwa tidak semua alasan PHK berhak mendapatkan kompensasi yang sama besar. Undang-Undang dan peraturan pelaksananya mengatur detail mengenai hak-hak karyawan berdasarkan alasan PHK-nya.
Aturan Main PHK: Mengacu pada Hukum yang Berlaku¶
Proses PHK di Indonesia tidak bisa sembarangan. Ada aturan hukum yang mengikat, terutama Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan pelaksananya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja. Aturan ini menggantikan sebagian besar ketentuan PHK dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Aturan ini bertujuan memberikan kepastian hukum bagi pengusaha dan pekerja, serta mengatur bagaimana proses PHK harus dilakukan agar fair dan sesuai prosedur. Ketaatan terhadap aturan ini sangat krusial untuk menghindari perselisihan dan sengketa di kemudian hari.
Proses PHK yang Sesuai Aturan¶
Idealnya, proses PHK itu berlapis dan mengedepankan musyawarah untuk mufakat. PHK tidak bisa begitu saja dilakukan secara sepihak, kecuali untuk alasan-alasan tertentu yang sangat spesifik (misalnya karyawan ditahan pihak berwajib).
Berikut tahapan umum (meskipun bisa bervariasi tergantung alasan):
- Musyawarah Bipartit: Tahap awal adalah perundingan antara pengusaha dan karyawan yang bersangkutan atau serikat pekerja (jika ada). Mereka berusaha mencari solusi terbaik agar PHK bisa dihindari. Jika PHK memang tidak terhindarkan, mereka merundingkan syarat-syaratnya, termasuk kompensasi. Proses ini harus dibuktikan dengan risalah perundingan.
- Mediasi/Konsiliasi Tripartit: Jika perundingan bipartit gagal mencapai kesepakatan, salah satu pihak bisa mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan ke Dinas Ketenagakerjaan setempat. Nantinya, akan ada mediator atau konsiliator dari pemerintah yang membantu memfasilitasi perundingan antara kedua belah pihak. Mediator akan mengeluarkan anjuran tertulis jika tidak ada kesepakatan.
- Pengadilan Hubungan Industrial (PHI): Jika anjuran mediator/konsiliator juga ditolak oleh salah satu pihak, perselisihan bisa diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri setempat. Di sini, hakim yang akan memutuskan apakah PHK itu sah atau tidak, dan bagaimana hak-hak karyawan yang bersangkutan.
Untuk PHK dengan alasan tertentu (misalnya efisiensi, pailit), perusahaan wajib memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada karyawan dan serikat pekerja (jika ada) dalam jangka waktu yang ditentukan sebelum PHK dilakukan. Pemberitahuan ini penting agar karyawan punya waktu untuk mencari pekerjaan lain dan mempersiapkan diri.
mermaid
graph TD
A[Mulai] --> B{Ada Alasan PHK?};
B -- Ya --> C[Pemberitahuan Maksud & Alasan PHK];
C --> D[Perundingan Bipartit];
D -- Sepakat --> E[PHK Dilaksanakan & Hak Dibayarkan];
D -- Tidak Sepakat --> F[Ajukan ke Dinas Ketenagakerjaan];
F --> G{Mediasi/Konsiliasi Tripartit};
G -- Sepakat --> E;
G -- Tidak Sepakat --> H[Ajukan ke PHI];
H --> I[Proses Hukum di PHI];
I --> J{Putusan PHI};
J -- Menang/Kalah --> K[PHK Sah/Batal & Eksekusi Putusan];
E --> L[Selesai];
K --> L;
B -- Tidak --> L;
Diagram di atas menunjukkan alur umum proses penyelesaian perselisihan PHK jika tidak ada kesepakatan awal.
Hak-Hak Karyawan yang Di-PHK¶
Ini adalah bagian paling krusial bagi karyawan yang terkena PHK: apa saja hak finansial yang berhak mereka terima? UU Cipta Kerja (melalui PP 35/2021) mengatur komponen-komponen kompensasi ini. Komponen utama adalah Uang Pesangon (UP), Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), dan Uang Penggantian Hak (UPH). Besarnya tergantung pada alasan PHK dan masa kerja.
Uang Pesangon (UP)¶
Uang Pesangon diberikan sebagai kompensasi atas putusnya hubungan kerja. Besarannya dihitung berdasarkan masa kerja, dengan tabel perhitungan yang sudah baku dalam UU. Namun, perlu diperhatikan, untuk beberapa alasan PHK seperti efisiensi (karena perusahaan merugi) atau pailit, besaran Uang Pesangon ini dihitung hanya 0.5 (setengah) kali dari ketentuan normal. Untuk alasan lain seperti perusahaan tutup karena force majeure, besarnya 1 kali ketentuan normal.
Berikut adalah faktor penggali untuk perhitungan Uang Pesangon berdasarkan masa kerja dalam kondisi normal (1x):
- Masa kerja kurang dari 1 tahun: 1 bulan upah
- Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun: 2 bulan upah
- Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun: 3 bulan upah
- …dan seterusnya, hingga
- Masa kerja 8 tahun atau lebih: 9 bulan upah
Jadi, jika PHK terjadi karena efisiensi untuk menghindari kerugian, karyawan dengan masa kerja 5 tahun (yang normalnya berhak atas 6 bulan upah pesangon), kini akan berhak atas 0.5 x 6 = 3 bulan upah pesangon.
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)¶
UPMK diberikan sebagai bentuk penghargaan perusahaan atas pengabdian karyawan yang sudah bekerja dalam jangka waktu tertentu. Besarannya juga dihitung berdasarkan masa kerja, dan faktor penggali UPMK ini umumnya tetap 1x, tidak seperti pesangon yang bisa dikurangi untuk alasan tertentu.
Berikut adalah faktor penggali untuk perhitungan UPMK berdasarkan masa kerja:
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun: 2 bulan upah
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun: 3 bulan upah
- Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun: 4 bulan upah
- …dan seterusnya, hingga
- Masa kerja 24 tahun atau lebih: 10 bulan upah
Karyawan dengan masa kerja kurang dari 3 tahun tidak berhak atas UPMK.
Uang Penggantian Hak (UPH)¶
Selain pesangon dan UPMK, karyawan yang di-PHK juga berhak atas Uang Penggantian Hak. UPH ini mencakup:
- Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
- Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja (jika ada).
- Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (misalnya, uang penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan sebesar 10% dari jumlah pesangon dan/atau UPMK bagi karyawan yang berhak atas pesangon/UPMK).
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)¶
Ini adalah program baru di bawah BPJS Ketenagakerjaan yang diperkenalkan bersama UU Cipta Kerja. JKP memberikan jaring pengaman bagi pekerja yang di-PHK. Manfaatnya meliputi:
- Uang Tunai: Karyawan yang memenuhi syarat (terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan iurannya dibayarkan) akan menerima uang tunai selama maksimal 6 bulan. Besaran uang tunai adalah 45% dari upah terakhir untuk 3 bulan pertama, dan 25% dari upah terakhir untuk 3 bulan berikutnya. Ada batasan upah maksimum yang dihitung untuk JKP.
- Akses Informasi Pasar Kerja: Bantuan untuk mencari lowongan pekerjaan yang sesuai.
- Pelatihan Kerja: Kesempatan untuk mengikuti pelatihan vokasi untuk meningkatkan skill atau mempelajari skill baru agar lebih mudah mendapatkan pekerjaan lagi.
Program JKP ini adalah tambahan di luar pesangon, UPMK, dan UPH yang dibayarkan oleh perusahaan.
Penting bagi karyawan untuk memastikan perhitungan hak-hak mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku dan alasan PHK yang diberikan. Jika ada ketidaksesuaian, ini bisa menjadi dasar untuk mengajukan perselisihan.
Dampak PHK: Tidak Hanya Soal Uang¶
PHK adalah peristiwa penting yang memiliki dampak luas, tidak hanya terbatas pada urusan finansial.
Dampak Bagi Karyawan¶
- Finansial: Ini dampak paling langsung. Hilangnya sumber pendapatan utama bisa menyebabkan kesulitan ekonomi, kesulitan membayar cicilan, memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan biaya tak terduga lainnya.
- Psikologis: PHK bisa sangat memukul mental. Muncul perasaan stres, cemas, marah, sedih, bahkan depresi. Rasa harga diri bisa menurun, terutama jika pekerjaan sudah menjadi bagian besar dari identitas diri. Ada juga ketakutan akan masa depan dan kesulitan mencari pekerjaan baru.
- Sosial: Kehilangan pekerjaan bisa memengaruhi hubungan sosial, rutinitas harian, dan rasa memiliki terhadap komunitas kerja.
Dampak Bagi Perusahaan¶
- Moral Karyawan yang Bertahan: Karyawan yang tidak di-PHK bisa merasa khawatir akan masa depan perusahaan dan pekerjaan mereka. Moral bisa menurun, yang berdampak pada produktivitas dan loyalitas.
- Reputasi: PHK, terutama PHK massal yang tidak ditangani dengan baik, bisa merusak reputasi perusahaan di mata publik, calon karyawan, dan bahkan pelanggan.
- Biaya: Meskipun tujuannya sering untuk efisiensi, proses PHK itu sendiri memerlukan biaya, mulai dari pesangon, biaya hukum jika ada perselisihan, sampai biaya rekrutmen dan pelatihan karyawan baru di masa depan.
- Kehilangan Bakat dan Pengetahuan: Perusahaan berisiko kehilangan karyawan-karyawan terbaik atau yang memiliki pengetahuan institusional yang penting.
Menghadapi PHK: Tips untuk Karyawan dan Perusahaan¶
Karena dampaknya begitu besar, penting bagi kedua belah pihak untuk menghadapi situasi PHK dengan bijak dan profesional.
Tips untuk Karyawan yang Menghadapi PHK¶
- Tetap Tenang & Klarifikasi Alasan: Jangan panik. Minta penjelasan yang jelas dari perusahaan mengenai alasan PHK Anda.
- Pahami Hak Anda: Pelajari aturan PHK yang berlaku, terutama mengenai pesangon, UPMK, UPH, dan program JKP. Hitung perkiraan hak Anda! Jika ada keraguan, konsultasi dengan Dinas Ketenagakerjaan atau serikat pekerja.
- Periksa Dokumen dengan Teliti: Sebelum menandatangani dokumen apapun terkait PHK, baca baik-baik. Pastikan perhitungan hak Anda sesuai.
- Kelola Keuangan: Buat rencana keuangan darurat. Prioritaskan pengeluaran dan hemat sebisa mungkin. Manfaatkan dana darurat atau dana JKP jika Anda berhak.
- Perbarui Profil Profesional: Segera perbarui CV/resume dan profil LinkedIn Anda. Sesuaikan dengan jenis pekerjaan yang ingin Anda lamar selanjutnya.
- Aktifkan Jaringan (Networking): Hubungi koneksi profesional Anda. Beri tahu bahwa Anda sedang mencari peluang baru. Jaringan seringkali menjadi pintu gerbang terbaik untuk pekerjaan berikutnya.
- Pertimbangkan Peningkatan Keterampilan (Reskilling/Upskilling): Gunakan waktu ini untuk menambah skill baru atau mengasah skill yang sudah ada. Program JKP menyediakan pelatihan vokasi gratis.
- Cari Dukungan: Jangan sungkan berbicara dengan keluarga, teman, atau profesional (konselor) jika Anda merasa stres atau cemas.
Tips untuk Perusahaan yang Melakukan PHK¶
- Jadikan PHK sebagai Opsi Terakhir: Sebelum memutuskan PHK, pertimbangkan opsi lain seperti pengurangan jam kerja, furlough (dirumahkan sementara), pengurangan fasilitas, atau transfer ke divisi lain.
- Rencanakan dengan Matang: Khusus untuk PHK massal, perencanaan sangat penting. Siapkan daftar karyawan yang terdampak beserta perhitungan haknya, jadwal komunikasi, dan tim yang akan menangani prosesnya.
- Komunikasi Transparan & Empati: Beri tahu karyawan terdampak secepat mungkin (sesuai aturan) dengan cara yang jelas, jujur, dan penuh empati. Sampaikan alasan dengan profesional.
- Ikuti Prosedur Hukum: Pastikan seluruh proses PHK mengikuti UU Cipta Kerja, PP 35/2021, dan peraturan perusahaan. Hindari PHK sepihak tanpa dasar yang kuat atau tanpa melalui proses perundingan.
- Hitung dan Bayar Hak Karyawan dengan Benar: Pastikan perhitungan pesangon, UPMK, dan UPH sesuai aturan dan dibayarkan tepat waktu. Ini menunjukkan tanggung jawab perusahaan.
- Berikan Dukungan Tambahan: Jika memungkinkan, tawarkan dukungan seperti bantuan mencari pekerjaan baru (outplacement services), surat rekomendasi, atau konseling.
- Jaga Moral Karyawan yang Bertahan: Komunikasikan keputusan PHK kepada karyawan yang tetap bekerja, jelaskan kondisi perusahaan, dan yakinkan mereka mengenai masa depan.
Fakta Menarik & Evolusi Aturan PHK¶
Dunia kerja terus berubah, begitu juga aturan yang mengaturnya. Aturan PHK di Indonesia mengalami evolusi signifikan, terutama dengan hadirnya UU Cipta Kerja. Salah satu perubahan paling disorot adalah penyesuaian perhitungan uang pesangon, terutama untuk PHK dengan alasan efisiensi atau pailit, yang kini bisa dihitung 0.5 kali dari ketentuan normal. Tujuannya (menurut pemerintah) adalah agar pengusaha tidak terlalu terbebani saat kondisi sulit sehingga lebih mudah membuka lapangan kerja, sementara pekerja tetap mendapat kompensasi.
Fakta menarik lainnya adalah gelombang PHK seringkali mengikuti tren ekonomi global dan nasional. Misalnya, saat pandemi COVID-19 atau belakangan ini di sektor teknologi (tech winter) yang banyak melakukan efisiensi setelah mengalami pertumbuhan pesat.
Program JKP yang baru ada juga menjadi jaring pengaman sosial yang penting. Sebelumnya, tidak ada skema khusus di luar pesangon dari perusahaan untuk membantu karyawan yang kehilangan pekerjaan dalam transisi mencari kerja baru. JKP diharapkan bisa mengurangi dampak ekonomi dan psikologis PHK.
Memahami evolusi aturan ini penting agar kita selalu update dan tahu hak serta kewajiban terkini.
PHK adalah realitas dalam dinamika dunia kerja. Bisa terjadi kapan saja, menimpa siapa saja, dengan berbagai alasan. Baik Anda di posisi karyawan maupun pengusaha, mengetahui seluk-beluk PHK, termasuk alasan, proses, dan hak-hak yang terkait, adalah langkah penting untuk menghadapinya secara profesional dan meminimalkan dampak negatifnya. Aturan hukum ada sebagai panduan untuk memastikan keadilan bagi kedua belah pihak.
Nah, itu dia penjelasan lengkap tentang apa itu PHK. Semoga artikel ini memberikan gambaran yang jelas dan bermanfaat buat kamu.
Bagaimana pengalamanmu atau pandanganmu soal PHK? Pernahkah kamu atau orang terdekat mengalaminya? Bagikan cerita atau pertanyaanmu di kolom komentar di bawah!
Posting Komentar