Mengenal Siapa Interviewer & Perannya Saat Interview Kerja

Table of Contents

Apa yang dimaksud dengan interviewer

Mungkin kamu pernah dengar atau bahkan sudah merasakan langsung pengalaman interview. Itu lho, momen krusial saat kamu bicara empat mata (atau lebih!) dengan seseorang atau sekelompok orang dari perusahaan yang kamu lamar. Nah, orang yang duduk di depanmu, yang bertanya ini-itu, yang mencatat responsmu, dialah yang kita sebut interviewer. Secara sederhana, interviewer adalah individu atau tim yang bertugas melakukan wawancara.

Tugas utama seorang interviewer bukan cuma sekadar ngobrol santai, tapi punya misi besar. Mereka adalah gerbang pertama atau bahkan terakhir yang harus kamu lewati untuk bisa bergabung dengan sebuah perusahaan. Tujuan utama mereka adalah menggali informasi, menilai kualifikasi, dan mencocokkan apakah skill dan kepribadianmu sesuai dengan kebutuhan posisi serta budaya perusahaan. Jadi, bisa dibilang, peran interviewer ini sangat strategis dalam menentukan masa depan perusahaan dan juga masa depan kariermu.

Mengapa Proses Wawancara Itu Krusial?

Proses wawancara bukan cuma ritual formal belaka dalam rekrutmen. Ada alasan kuat mengapa perusahaan menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya untuk melakukan wawancara. Pertama, resume atau daftar riwayat hidup itu hanyalah ringkasan kualifikasimu di atas kertas. Wawancara memungkinkan perusahaan untuk menggali lebih dalam, memverifikasi informasi, dan melihat siapa kamu sebenarnya di balik profil LinkedIn atau file PDF itu.

Kedua, wawancara adalah kesempatan untuk menilai keterampilan non-teknis (soft skills) yang seringkali sulit diukur dari dokumen. Bagaimana caramu berkomunikasi? Apakah kamu punya problem-solving skills yang baik? Bagaimana kamu bereaksi di bawah tekanan? Hal-hal seperti ini hanya bisa terlihat saat kamu berinteraksi langsung dengan interviewer. Mereka terlatih untuk membaca bahasa tubuhmu, mendengarkan intonasi suaramu, dan merasakan energi yang kamu pancarkan.

Ketiga, ini juga kesempatanmu untuk mengenal perusahaan lebih baik. Wawancara bukan jalan satu arah, lho! Kamu juga berhak dan sebaiknya bertanya banyak hal tentang perusahaan, posisi yang dilamar, tim kerja, hingga budaya perusahaannya. Seorang interviewer yang baik akan memberikan gambaran yang jelas dan jujur, membantu kedua belah pihak membuat keputusan yang tepat. Jadi, wawancara itu adalah proses seleksi dua arah yang saling menguntungkan.

Beragam Tipe Interviewer yang Mungkin Kamu Temui

Dalam perjalanan melamar kerja, kamu mungkin akan bertemu dengan berbagai macam tipe interviewer, tergantung pada tahapan wawancara dan posisi yang dilamar. Mengenali siapa yang akan kamu hadapi bisa sangat membantu persiapanmu. Setiap tipe interviewer punya fokus dan pendekatan yang sedikit berbeda.

Tipe yang paling umum adalah HR Interviewer. Biasanya, ini adalah tahap pertama dalam proses rekrutmen. Mereka berasal dari divisi Human Resources (Sumber Daya Manusia) dan fokus pada kecocokan awal. Pertanyaan mereka seringkali seputar latar belakang pendidikan, pengalaman kerja secara umum, ekspektasi gaji, pemahamanmu tentang perusahaan, serta penilaian soft skills dasar seperti komunikasi dan motivasi. Mereka juga bisa menjelaskan tentang proses rekrutmen selanjutnya dan benefit karyawan.

Selanjutnya, ada Hiring Manager Interviewer. Ini adalah manajer atau kepala divisi yang akan menjadi atasan langsungmu jika kamu diterima. Fokus mereka jauh lebih spesifik pada keterampilan teknis (hard skills) dan pengalaman kerja yang relevan dengan posisi yang dilamar. Mereka akan mengajukan pertanyaan detail tentang proyek yang pernah kamu kerjakan, cara kamu menyelesaikan masalah teknis, dan bagaimana kamu bisa berkontribusi langsung pada tim mereka.

Ada juga Panel Interviewer, di mana kamu diwawancarai oleh beberapa orang sekaligus dalam satu waktu. Panel ini bisa terdiri dari kombinasi HR, hiring manager, calon rekan kerja, atau bahkan eksekutif senior. Format ini memungkinkan tim untuk mendapatkan perspektif dari berbagai sudut pandang dan melihat bagaimana kamu berinteraksi dengan banyak orang. Ini bisa terasa lebih intimidating, tapi juga efisien bagi perusahaan.

Tipe lain yang mungkin kamu temui adalah Peer Interviewer. Ini adalah calon rekan kerjamu. Mereka biasanya diikutkan dalam proses wawancara untuk menilai kecocokan budaya (cultural fit) dan bagaimana kamu bisa bekerja sama dalam tim sehari-hari. Pertanyaan mereka mungkin lebih santai tapi tetap bertujuan menggali chemistry kerja. Wawancara dengan peer seringkali dilakukan setelah kamu melewati wawancara teknis dengan hiring manager.

Untuk posisi level senior atau manajemen, kamu bisa bertemu dengan Executive Interviewer. Ini bisa jadi direktur atau vice president perusahaan. Wawancara ini fokus pada visi, strategi, dan bagaimana kamu bisa memimpin atau memberikan dampak signifikan bagi organisasi secara keseluruhan. Pertanyaan mereka cenderung lebih big-picture dan menguji kemampuan berpikir strategis serta leadership kamu.

Keterampilan yang Wajib Dimiliki Seorang Interviewer Efektif

Menjadi seorang interviewer yang baik itu bukan sekadar bisa bertanya, lho. Ada seperangkat keterampilan yang harus diasah agar proses wawancara bisa berjalan efektif, menghasilkan keputusan yang tepat, dan memberikan pengalaman positif bagi kandidat (candidate experience). Keterampilan ini penting, tidak hanya bagi HR profesional, tapi juga bagi hiring manager atau siapa pun yang terlibat dalam proses rekrutmen.

Salah satu keterampilan paling penting adalah kemampuan mendengarkan aktif (active listening). Interviewer yang baik tidak hanya menunggu giliran untuk bertanya, tapi benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan kandidat, memperhatikan nuansa dalam jawaban, dan menggali lebih dalam jika ada poin yang menarik atau kurang jelas. Mendengarkan dengan empati juga membuat kandidat merasa dihargai.

Selain mendengarkan, kemampuan bertanya adalah inti dari tugas seorang interviewer. Mereka harus bisa merumuskan pertanyaan yang terbuka (open-ended) dan situasional (situational) atau perilaku (behavioral) untuk menggali pengalaman dan potensi kandidat secara mendalam. Pertanyaan yang baik memancing cerita, bukan sekadar jawaban “ya” atau “tidak”. Contohnya, alih-alih bertanya “Apakah Anda bisa bekerja di bawah tekanan?”, interviewer yang baik akan bertanya “Ceritakan tentang pengalaman Anda menghadapi situasi yang menekan di pekerjaan sebelumnya. Bagaimana Anda mengatasinya?”.

Keterampilan observasi juga krusial. Interviewer perlu memperhatikan bahasa tubuh kandidat, tingkat kepercayaan diri, kejujuran, dan antusiasme. Apakah kandidat terlihat tegang? Apakah kontak matanya baik? Apakah responsnya konsisten? Semua ini adalah petunjuk non-verbal yang bisa melengkapi jawaban lisan kandidat. Tentu saja, observasi ini harus dilakukan dengan fair dan tanpa prasangka.

Objektivitas adalah pondasi utama. Interviewer harus mampu menahan bias pribadi mereka (unconscious bias) sebisa mungkin. Mereka harus fokus pada kualifikasi, pengalaman, dan potensi kandidat yang relevan dengan persyaratan pekerjaan, bukan pada faktor-faktor subjektif seperti penampilan, kesamaan hobi, atau almamater. Menggunakan struktur wawancara dan sistem penilaian yang konsisten antar kandidat bisa sangat membantu menjaga objektivitas.

Terakhir, kemampuan komunikasi yang baik sangat penting. Interviewer harus bisa menciptakan suasana yang nyaman bagi kandidat, menjelaskan proses dengan jelas, dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Komunikasi yang efektif tidak hanya saat wawancara, tapi juga dalam feedback setelah wawancara, meskipun seringkali feedback ini disampaikan secara kolektif oleh tim HR.

Proses Wawancara dari Kacamata Interviewer

Bagi seorang interviewer, proses wawancara itu bukan cuma duduk dan bertanya. Ada tahapan yang harus mereka lalui, mulai dari sebelum hingga sesudah bertemu kandidat. Memahami proses ini bisa memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang tugas mereka.

Tahap pertama adalah Persiapan. Sebelum bertemu kandidat, interviewer harus mempelajari profil kandidat (resume, surat lamaran, portofolio, profil LinkedIn). Mereka perlu memahami latar belakang kandidat, pengalaman relevan, dan potensi gap atau pertanyaan yang perlu digali lebih lanjut. Selain itu, mereka juga harus mempersiapkan pertanyaan berdasarkan persyaratan posisi dan keterampilan yang ingin diukur. Pertanyaan ini seringkali sudah terstruktur, terutama di perusahaan yang sudah matang proses rekrutmennya.

Saat melakukan wawancara, tugas interviewer adalah menciptakan suasana yang kondusif. Mereka biasanya akan memperkenalkan diri, menjelaskan alur wawancara, dan memberikan gambaran singkat tentang posisi atau perusahaan. Kemudian, mereka akan mulai mengajukan pertanyaan yang sudah disiapkan, aktif mendengarkan jawaban kandidat, dan mencatat poin-poin penting. Mereka juga perlu memberikan kesempatan bagi kandidat untuk bertanya. Durasi wawancara bisa bervariasi, mulai dari 30 menit hingga lebih dari satu jam, tergantung tahapan dan posisi.

Setelah wawancara selesai, tahap berikutnya adalah Evaluasi. Interviewer akan meninjau catatan yang mereka buat selama wawancara. Mereka akan menilai setiap jawaban kandidat berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (seringkali menggunakan scoring rubric atau rating scale). Penilaian ini mencakup keterampilan teknis, soft skills, kecocokan budaya, dan potensi kandidat. Mereka harus bisa mempertanggungjawabkan penilaian mereka berdasarkan bukti-bukti yang didapatkan dari jawaban kandidat.

Jika ada beberapa interviewer yang mewawancarai kandidat yang sama (baik dalam panel maupun wawancara terpisah), mereka biasanya akan mengadakan sesi diskusi atau debrief. Di sinilah mereka membandingkan catatan dan penilaian masing-masing, mendiskusikan kekuatan dan kelemahan kandidat, dan mencapai kesepakatan atau rekomendasi bersama. Proses diskusi ini penting untuk mendapatkan gambaran yang holistik dan mengurangi bias individu.

Tahap terakhir bagi interviewer (atau tim rekrutmen secara keseluruhan) adalah pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi, mereka akan memutuskan apakah kandidat layak untuk maju ke tahap berikutnya dalam proses rekrutmen, atau bahkan diberikan tawaran kerja. Mereka kemudian akan menyampaikan rekomendasi ini kepada hiring manager atau manajemen yang berwenang untuk keputusan final.

Berikut adalah representasi sederhana dari alur kerja interviewer dalam sebuah proses:

mermaid graph LR A[Review Profil Kandidat] --> B[Siapkan Pertanyaan]; B --> C[Lakukan Wawancara]; C --> D[Catat Respon & Observasi]; D --> E[Evaluasi Kandidat]; E --> F[Diskusi Tim (jika ada)]; F --> G[Buat Rekomendasi]; G --> H[Keputusan Rekrutmen];
Ini adalah gambaran umum, dan detailnya bisa bervariasi di setiap perusahaan. Tapi intinya, pekerjaan interviewer jauh lebih dari sekadar bertanya. Ada proses berpikir dan penilaian yang cermat di baliknya.

Tantangan Menjadi Interviewer yang Baik

Peran interviewer, meskipun terlihat seperti hanya bertanya, punya tantangannya sendiri, lho. Tidak semua orang bisa menjadi interviewer yang efektif dan fair. Salah satu tantangan terbesar adalah mengelola bias. Setiap orang punya bias bawah sadar (unconscious bias) yang bisa mempengaruhi penilaian, seperti affinity bias (cenderung suka orang yang mirip kita) atau confirmation bias (cenderung mencari bukti yang mendukung kesan pertama). Interviewer harus terus menerus aware dan berusaha mengurangi pengaruh bias ini.

Tantangan lain adalah mendapatkan informasi yang akurat dari kandidat. Beberapa kandidat mungkin gugup, kurang pandai berkomunikasi, atau bahkan berusaha memberikan jawaban yang ‘diinginkan’. Interviewer yang baik harus bisa menggali lebih dalam dengan pertanyaan lanjutan, menguji keaslian jawaban, dan membedakan antara jawaban yang dihafal dengan jawaban yang reflektif dari pengalaman nyata.

Selain itu, keterbatasan waktu sering menjadi kendala. Dalam waktu 30-60 menit, seorang interviewer harus bisa mendapatkan gambaran yang cukup komprehensif tentang kualifikasi dan kepribadian kandidat. Ini membutuhkan efisiensi dalam mengajukan pertanyaan dan ketajaman dalam menangkap informasi penting. Mereka juga harus bisa menjaga ritme wawancara agar tidak terburu-buru atau terlalu lambat.

Membuat keputusan yang tepat juga merupakan tantangan besar. Memilih kandidat terbaik dari sekian banyak pelamar yang mungkin sama-sama berkualitas itu tidak mudah. Interviewer harus menyeimbangkan berbagai faktor: keterampilan teknis, soft skills, kecocokan budaya, potensi pertumbuhan, dan ekspektasi gaji. Keputusan yang salah (merekrut orang yang tidak tepat) bisa sangat merugikan perusahaan, baik dari segi biaya maupun produktivitas tim.

Terakhir, tantangan dalam memberikan candidate experience yang positif. Bahkan jika kandidat tidak lolos, mereka harus tetap merasa bahwa proses wawancara itu profesional dan adil. Interviewer berperan besar dalam membangun citra perusahaan di mata publik (employer branding). Wawancara yang buruk bisa membuat kandidat kapok melamar lagi atau bahkan berbicara negatif tentang perusahaan.

Tips untuk Menjadi Interviewer yang Lebih Baik

Jika kamu punya kesempatan atau memang bertugas sebagai interviewer di kantormu, ada beberapa tips yang bisa membantumu jadi lebih efektif dan fair. Meningkatkan skill wawancara itu penting, demi mendapatkan talenta terbaik dan menciptakan proses rekrutmen yang positif.

Pertama, terus belajar dan berlatih. Pahami berbagai teknik wawancara (misalnya, STAR method untuk pertanyaan perilaku), pelajari cara menyusun pertanyaan yang efektif, dan latih kemampuan mendengarkan aktifmu. Ikut pelatihan atau workshop tentang wawancara dan manajemen bias sangat direkomendasikan.

Kedua, persiapkan diri dengan matang sebelum wawancara. Baca baik-baik resume kandidat, pahami persyaratan posisi yang dilamar, dan siapkan daftar pertanyaan yang spesifik dan relevan. Jangan wing it atau bergantung pada pertanyaan generik saja. Persiapan menunjukkan profesionalisme dan membantumu fokus pada hal-hal yang penting.

Ketiga, ciptakan suasana yang santai tapi tetap profesional. Mulailah dengan small talk ringan untuk membantu kandidat merasa lebih nyaman dan mengurangi kegugupan mereka. Jelaskan alur wawancara di awal. Ingat, kandidat yang rileks cenderung bisa menunjukkan potensi terbaik mereka.

Keempat, fokus pada bukti perilaku. Saat mengajukan pertanyaan perilaku (“Ceritakan tentang…”), minta kandidat untuk memberikan contoh spesifik (Situation, Task, Action, Result - STAR). Jangan puas dengan jawaban generik (“Saya orang yang proaktif”). Gali detailnya: apa situasinya, apa tugasmu, aksi apa yang kamu lakukan, dan apa hasilnya? Ini memberimu data yang lebih reliable.

Kelima, kelola biasmu. Sadari bahwa setiap orang punya bias. Sebelum wawancara, identifikasi bias potensialmu. Selama wawancara, fokus pada kriteria penilaian yang objektif. Setelah wawancara, tinjau kembali catatanmu: apakah penilaianmu didasarkan pada bukti atau kesan subjektif? Diskusi dengan interviewer lain juga bisa membantu mengidentifikasi dan mengurangi bias.

Keenam, ambil catatan yang komprehensif selama wawancara. Catatan ini akan sangat membantumu saat evaluasi nanti dan menjadi bukti di balik penilaianmu. Jangan mengandalkan ingatan saja, karena detail penting bisa terlupakan atau tercampur dengan kandidat lain. Namun, pastikan proses mencatatmu tidak mengganggu alur wawancara atau membuat kandidat merasa tidak nyaman.

Terakhir, berikan kesempatan yang cukup bagi kandidat untuk bertanya. Ini menunjukkan bahwa kamu menghargai minat mereka dan memberikan ruang bagi mereka untuk mendapatkan informasi. Jawabanmu atas pertanyaan mereka juga mencerminkan budaya perusahaan dan profesionalisme tim rekrutmen.

Menjadi interviewer yang kompeten adalah aset besar, baik bagi individu maupun perusahaan. Mereka adalah representasi pertama perusahaan bagi banyak kandidat, dan keputusan mereka sangat mempengaruhi kualitas talenta yang masuk ke dalam organisasi.

Fakta Menarik Seputar Wawancara dan Interviewer

Tahukah kamu beberapa fakta menarik terkait proses wawancara? Proses ini ternyata menyimpan berbagai data dan statistik yang menarik untuk disimak. Misalnya, sebuah studi oleh CareerBuilder menemukan bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk membuat keputusan rekrutmen setelah wawancara adalah sekitar 24 hari! Ini menunjukkan betapa kompleksnya proses di balik layar yang melibatkan banyak pihak, termasuk interviewer.

Fakta lain yang cukup mencengangkan adalah biaya yang bisa dikeluarkan perusahaan akibat salah rekrut (bad hire). Angkanya bisa bervariasi, tapi beberapa sumber menyebutkan bahwa biaya satu bad hire bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah, tergantung level posisi. Biaya ini mencakup biaya rekrutmen awal, biaya pelatihan, gaji selama orang tersebut bekerja, opportunity cost karena kinerja yang buruk, hingga biaya merekrut ulang. Ini menekankan betapa pentingnya peran interviewer dalam menyaring kandidat secara efektif.

Metode wawancara juga terus berkembang. Dahulu, banyak wawancara bersifat unstructured (tidak terstruktur) dan lebih seperti obrolan bebas. Namun, penelitian menunjukkan bahwa wawancara terstruktur (structured interview), di mana semua kandidat ditanya pertanyaan yang sama dengan sistem penilaian yang konsisten, memiliki prediktor kinerja yang jauh lebih tinggi dibandingkan wawancara tidak terstruktur. Interviewer modern didorong untuk menggunakan pendekatan yang lebih terstruktur ini.

Penggunaan teknologi juga mengubah cara kerja interviewer. Sekarang, banyak perusahaan menggunakan video interview (baik live maupun asynchronous) sebagai tahap awal. Ini memungkinkan interviewer untuk menyeleksi kandidat dari lokasi mana pun tanpa harus bertemu langsung, menghemat waktu dan biaya. Interviewer juga semakin sering menggunakan software atau platform rekrutmen untuk mengelola jadwal, catatan, dan penilaian kandidat.

Namun, satu hal yang tetap konsisten adalah pentingnya faktor manusia. Meskipun teknologi dan data membantu, penilaian subjektif (yang informatif dan terkelola) tentang kecocokan budaya, kepemimpinan, atau kemampuan beradaptasi seringkali masih membutuhkan interaksi langsung dengan seorang interviewer yang berpengalaman. Jadi, peran interviewer kemungkinan besar akan tetap relevan di masa depan, meskipun bentuk dan metodenya terus berubah.

Kesimpulan

Jadi, apa yang dimaksud dengan interviewer? Mereka adalah individu penting dalam proses rekrutmen yang bertugas menggali informasi, menilai kualifikasi, dan mencocokkan kandidat dengan kebutuhan perusahaan melalui proses wawancara. Peran mereka krusial, mulai dari tahap awal penyaringan hingga penentuan kandidat yang akan diterima. Interviewer yang efektif membutuhkan kombinasi keterampilan mendengarkan, bertanya, observasi, objektivitas, dan komunikasi yang baik. Mereka juga harus siap menghadapi tantangan seperti bias, keterbatasan waktu, dan membuat keputusan sulit.

Memahami peran dan proses kerja seorang interviewer bukan hanya penting bagi mereka yang menjalankan tugas ini, tapi juga bagi kamu yang sedang atau akan menjalani proses rekrutmen sebagai kandidat. Dengan tahu apa yang mereka cari dan bagaimana mereka bekerja, kamu bisa mempersiapkan diri lebih baik dan menunjukkan potensi terbaikmu. Proses wawancara adalah jembatan antara aspirasi kariermu dan kebutuhan perusahaan, dan interviewer adalah penjaga jembatan tersebut.

Apakah kamu punya pengalaman menarik saat diinterview? Atau mungkin kamu sendiri pernah jadi interviewer? Yuk, share pengalaman dan pandanganmu di kolom komentar di bawah! Kita bisa saling belajar dari pengalaman masing-masing.

Posting Komentar