Sighat Itu Apa Sih? Penjelasan Santai Biar Kamu Paham

Table of Contents

Sering mendengar kata ‘sighat’ dalam konteks transaksi atau akad, tapi masih bingung sebenarnya apa sih maksudnya? Tenang, kamu nggak sendirian. Sighat ini memang jadi istilah penting dalam dunia fiqih, terutama kalau ngomongin soal sah atau nggaknya sebuah perjanjian atau transaksi. Jadi, intinya apa sih sighat itu?

Definisi Sighat Secara Bahasa dan Istilah

Secara bahasa, kata “sighat” (صيغة) itu asalnya dari bahasa Arab yang artinya bentuk, model, formula, atau ungkapan. Jadi, kalau diterjemahkan secara harfiah, sighat itu merujuk pada cara sesuatu itu dibentuk atau diungkapkan. Ini masih arti umum banget ya.

Dalam konteks fiqih muamalah (hukum Islam terkait transaksi dan interaksi antar manusia), sighat punya makna yang lebih spesifik dan krusial. Sighat di sini bukan cuma sekadar ungkapan biasa, tapi ungkapan yang memiliki kekuatan hukum untuk menunjukkan adanya kerelaan atau kesepakatan antara pihak-pihak yang berakad. Ini adalah elemen inti yang membuat sebuah akad itu dianggap ada dan sah secara syar’i.

Definisi Sighat

Bayangin gini, kalau kamu mau beli gorengan, ada interaksi kan? Kamu bilang “Pak, beli dua ya”, terus abangnya jawab “Oke, ini dia”. Nah, interaksi lisan itu adalah bentuk sighat dari akad jual beli gorenganmu. Simpel, tapi penting! Tanpa interaksi itu, nggak ada transaksi kan?

Sighat: Ruh dari Sebuah Akad dalam Fiqih

Dalam Islam, setiap transaksi atau perjanjian (akad) harus memenuhi rukun dan syarat tertentu supaya sah. Salah satu rukun yang paling penting dan sering disebut adalah sighat. Para ulama sering menyebut sighat sebagai ruh atau jiwa dari sebuah akad. Kenapa?

Karena sighat inilah yang secara langsung mencerminkan adanya kerelaan (taradhi) dan kesepakatan bulat antara kedua belah pihak yang sedang berakad. Tanpa sighat yang jelas dan sesuai, akad tersebut bisa dianggap batal atau tidak sempurna, meskipun objek akadnya ada dan pihak-pihaknya memenuhi syarat. Sighat ini adalah momen di mana niat dan keinginan kedua belah pihak itu bertemu dan terikat dalam sebuah perjanjian yang sah di mata syariat.

Mengurai Unsur Sighat: Ijab dan Qabul

Ketika kita membahas sighat dalam akad, sebenarnya kita sedang bicara tentang dua komponen utamanya yang saling melengkapi: Ijab dan Qabul. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang nggak bisa dipisahkan dalam membentuk sighat yang sempurna.

Unsur Ijab dan Qabul

Ijab: Tawaran yang Mengikat

Ijab (إيجاب) adalah ungkapan yang keluar pertama kali dari salah satu pihak yang menunjukkan keinginan untuk mengikatkan diri dalam sebuah akad. Gampangnya, ijab adalah penawaran atau proposal dari satu pihak kepada pihak lain.

Contoh ijab dalam jual beli: Penjual berkata, “Saya jual barang ini kepadamu dengan harga sekian.” Atau pembeli berkata, “Saya beli barang ini darimu dengan harga sekian.” Ungkapan ini menunjukkan niat dan tawaran untuk melakukan transaksi. Pihak yang pertama kali mengucapkan ijab tidak harus selalu penjual; bisa juga pembeli, tergantung siapa yang memulai negosiasi atau tawaran final.

Qabul: Jawaban yang Menentukan

Qabul (قبول) adalah ungkapan yang keluar dari pihak kedua sebagai jawaban atas ijab yang diajukan, yang menunjukkan persetujuan dan penerimaan terhadap tawaran tersebut. Qabul harus sesuai dengan ijab yang diajukan.

Melanjutkan contoh tadi, jika penjual berkata “Saya jual barang ini kepadamu dengan harga sekian,” maka qabulnya adalah ketika pembeli menjawab, “Saya terima” atau “Saya beli.” Kalau pembeli menjawab, “Saya terima, tapi harganya kurangi ya,” ini bukan qabul yang sempurna karena tidak sesuai dengan ijab awal. Ini justru menjadi ijab baru dari pembeli.

Sighat dikatakan sempurna dan sah ketika ijab dan qabul ini terjadi secara mutabaqah (sesuai) dan dalam satu majelis akad (tempat dan waktu terjadinya kesepakatan yang belum terputus). Artinya, qabul harus persis menerima apa yang ditawarkan dalam ijab, dan penerimaan itu terjadi saat tawaran itu masih “aktif” dan belum dicabut atau ditolak.

```mermaid
sequenceDiagram
participant P1 as Pihak 1 (Penawar/Mujib)
participant P2 as Pihak 2 (Penerima/Qabil)

Note over P1: Memiliki Niat untuk Berakad
Note over P2: Memiliki Niat untuk Berakad

P1->>P2: Mengucapkan/Melakukan Ijab (Tawaran)
activate P2
Note over P2: Mempertimbangkan Ijab
alt Jika Setuju
    P2-->>P1: Mengucapkan/Melakukan Qabul (Penerimaan)
    deactivate P2
    Note over P1,P2: Sighat Terbentuk, Akad Sah (jika rukun & syarat lain terpenuhi)
else Jika Tidak Setuju
    P2--x P1: Menolak Ijab atau Mengajukan Ijab Baru
    deactivate P2
    Note over P1,P2: Sighat Tidak Terbentuk (Akad Belum Sah)
end

```
Diagram di atas menunjukkan alur sederhana bagaimana ijab dan qabul berinteraksi membentuk sighat. Penting dicatat bahwa qabul harus dilakukan segera setelah ijab, tanpa ada jeda atau aktivitas lain yang menunjukkan pengalihan topik atau pembatalan niat berakad.

Mengapa Sighat Sangat Penting?

Kenapa sih sighat ini begitu ditekankan dalam fiqih? Ada beberapa alasan mendasar:

  1. Menunjukkan Kerelaan: Sighat adalah bukti fisik atau verbal paling kuat bahwa kedua belah pihak benar-benar saling rela (‘an taradhin) melakukan akad tersebut, bukan karena paksaan atau salah paham. Kerelaan ini adalah syarat mutlak sahnya banyak akad dalam Islam.
  2. Mengikat Secara Hukum: Dengan adanya sighat yang sah, akad menjadi mengikat secara hukum syar’i. Artinya, hak dan kewajiban yang timbul dari akad tersebut mulai berlaku dan wajib dipenuhi oleh masing-masing pihak. Misalnya, dalam jual beli, penjual wajib menyerahkan barang dan pembeli wajib membayar harga setelah sighat terlaksana.
  3. Membedakan Akad dengan Pemberian Biasa: Sighat membedakan sebuah transaksi resmi dengan sekadar pemberian atau janji yang tidak mengikat secara hukum. Sebuah hadiah baru sah dimiliki setelah ada ijab (saya berikan ini kepadamu) dan qabul (saya terima).
  4. Kepastian dan Bukti: Sighat, terutama yang berbentuk lisan atau tulisan, berfungsi sebagai bukti autentik bahwa akad telah terjadi. Ini penting jika di kemudian hari timbul perselisihan.

Tanpa sighat yang jelas, sebuah transaksi bisa jadi hanya dianggap sebagai janji biasa yang tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat, atau bahkan dianggap tidak sah sama sekali.

Beragam Bentuk Ekspresi Sighat

Sighat tidak melulu harus diucapkan dengan kata-kata baku seperti di film-film akad nikah. Dalam fiqih, ada beberapa cara sighat itu bisa diekspresikan, tergantung pada jenis akad dan kondisi pihak-pihak yang berakad.

Bentuk Ekspresi Sighat

Sighat Lisan: Yang Paling Umum

Ini adalah bentuk sighat yang paling sering terjadi, yaitu dengan menggunakan ucapan atau perkataan. Contohnya seperti jual beli di pasar tradisional, sewa rumah, atau bahkan akad nikah yang diucapkan langsung oleh wali/wakil mempelai wanita dan mempelai pria.

Kata-kata yang diucapkan harus jelas maknanya dan menunjukkan niat untuk berakad. Misalnya, menggunakan kata “jual”, “beli”, “sewakan”, “pinjamkan”, “hibahkan”, “wakafkan”, dan kata-kata lain yang relevan dengan jenis akadnya.

Sighat Tulisan: Kekuatan Bukti yang Kuat

Dalam transaksi yang besar, kompleks, atau melibatkan pihak yang berjauhan, sighat bisa diekspresikan dalam bentuk tulisan, seperti surat perjanjian, kuitansi, atau kontrak resmi. Tulisan ini memiliki kekuatan hukum yang sangat kuat sebagai bukti terjadinya akad.

Contoh paling jelas adalah surat perjanjian jual beli properti, kontrak kerja, atau perjanjian utang-piutang yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Tulisan ini dianggap sebagai pengganti sighat lisan, bahkan bisa lebih kuat karena sifatnya permanen dan tertulis.

Sighat Isyarat: Ketika Kata Tak Bisa Diucapkan

Bagi pihak yang tidak mampu berbicara (misalnya tuna wicara), sighat bisa dilakukan dengan isyarat yang jelas dan bisa dipahami maknanya. Misalnya, isyarat anggukan kepala untuk setuju, atau isyarat tangan untuk menunjukkan jumlah.

Namun, penggunaan isyarat sebagai sighat umumnya dibatasi untuk kondisi darurat atau bagi orang yang memang tidak bisa menggunakan sighat lisan atau tulisan. Isyaratnya pun harus yang lazim dipahami dan tidak menimbulkan keraguan.

Sighat Perbuatan: Realisasi Lewat Tindakan

Ada juga jenis akad yang sighatnya diekspresikan melalui perbuatan (sighatul fi’liyah) yang menunjukkan kerelaan dan kesepakatan. Akad seperti ini sering disebut mu’athah.

Contoh klasiknya adalah membeli barang di minimarket. Kamu mengambil barang, membawanya ke kasir, membayar, dan kasir menyerahkan barang serta kembaliannya. Di sini, jarang ada ucapan ijab-qabul yang eksplisit (“Saya beli barang ini” - “Saya jual”). Perbuatan mengambil barang, menyerahkan uang, dan menyerahkan barang sudah dianggap sebagai sighat yang sah, selama ada kebiasaan (urf) yang berlaku dan menunjukkan kerelaan kedua pihak. Namun, keabsahan sighatul mu’athah ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama, meskipun banyak yang membolehkannya terutama untuk transaksi kecil sehari-hari.

Contoh Sighat dalam Berbagai Akad

Sighat ini hadir di hampir semua jenis akad dalam fiqih muamalah. Bentuk sighatnya tentu berbeda tergantung jenis akadnya.

Contoh Sighat Akad

Sighat dalam Akad Nikah

Ini mungkin contoh sighat yang paling familiar. Wali atau wakil mempelai wanita mengucapkan ijab, misalnya: “Saya nikahkan dan kawinkan engkau [nama mempelai pria] dengan putri saya [nama mempelai wanita] dengan mas kawin [sebutkan mas kawinnya] tunai/terutang.” Kemudian, mempelai pria mengucapkan qabul: “Saya terima nikah dan kawinnya [nama mempelai wanita] binti [nama ayah mempelai wanita] dengan mas kawin yang tersebut tunai/terutang.” Proses ijab-qabul ini harus diucapkan dengan jelas, dihadiri saksi, dan memenuhi syarat lainnya.

Sighat dalam Jual Beli (Ba’i)

Seperti contoh gorengan tadi, ijab bisa “Saya jual baju ini Rp 100.000” dan qabul “Saya beli baju ini Rp 100.000”. Atau ijab “Saya mau beli buku itu Rp 50.000” dan qabul “Ya, saya jual”. Bahkan perbuatan (mu’athah) di toko swalayan bisa dianggap sighat.

Sighat dalam Sewa (Ijarah)

Ijab: “Saya sewakan rumah ini kepadamu selama satu tahun dengan biaya Rp 10 juta per tahun.” Qabul: “Saya terima sewa rumah ini selama satu tahun dengan biaya Rp 10 juta per tahun.”

Sighat dalam Hibah

Hibah adalah pemberian sukarela. Ijab: “Saya hibahkan mobil ini kepadamu.” Qabul: “Saya terima hibah mobil ini darimu.”

Sighat dalam Wakaf

Wakaf adalah menyerahkan harta untuk kepentingan umum. Ijab: “Saya wakafkan tanah ini untuk pembangunan masjid.” Qabul biasanya diwakili oleh penerima wakaf (nazhir) atau sekadar pengumuman dan pencatatan resmi bahwa wakaf tersebut diterima dan dicatat.

Setiap jenis akad punya kekhasan dalam sighatnya, tapi prinsip dasarnya sama: harus ada ungkapan (dalam bentuk apapun yang sah) yang menunjukkan kerelaan dan kesepakatan untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut.

Syarat-Syarat Sahnya Sighat

Agar sighat itu dianggap sah dan memiliki kekuatan hukum dalam sebuah akad, ada beberapa syarat yang umumnya ditetapkan oleh para ulama fiqih:

  1. Jelas Maknanya: Ungkapan ijab dan qabul harus jelas, tidak ambigu, dan langsung menunjuk pada akad yang dimaksud. Tidak boleh ada keraguan tentang jenis akad, objeknya, atau syarat-syarat pokoknya.
  2. Sesuai (Mutabaqah): Qabul harus sesuai persis dengan apa yang diijabkan. Jika ada perbedaan, maka qabul tersebut dianggap menolak ijab atau menjadi ijab baru yang memerlukan qabul dari pihak pertama.
  3. Bersambung (Tidak Ada Jeda): Antara ijab dan qabul tidak boleh ada jeda yang terlalu lama atau aktivitas lain yang memisahkan, sehingga seolah-olah proses tawar-menawar atau kesepakatan sudah terputus. Keduanya harus terjadi dalam satu majelis akad. Majelis akad ini bisa bersifat fisik (duduk bersama) atau virtual (dalam komunikasi online yang belum terputus).
  4. Tidak Ada Pembatalan Sebelum Qabul: Pihak yang mengajukan ijab tidak boleh membatalkan ijabnya sebelum pihak kedua sempat mengucapkan qabul. Jika ijab sudah dibatalkan, maka qabul setelahnya tidak sah.
  5. Diucapkan oleh Pihak yang Berhak: Sighat harus diucapkan atau dilakukan oleh pihak yang sah dan memiliki kapasitas untuk berakad (baligh, berakal, tidak dipaksa, dan memiliki hak atas objek akad jika relevan).
  6. Menggunakan Kata/Cara yang Diakui: Sighat harus menggunakan kata-kata atau cara ekspresi (lisan, tulisan, isyarat, perbuatan) yang diakui sah menurut syariat atau kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syariat (urf syar’i).

Memastikan syarat-syarat ini terpenuhi sangat penting agar akad yang dilakukan tidak batal atau cacat di mata agama.

Kesalahan Fatal Terkait Sighat yang Perlu Dihindari

Meskipun terlihat sederhana, ada beberapa kesalahan umum terkait sighat yang bisa menggugurkan keabsahan akad:

  • Qabul yang Tidak Sesuai Ijab: Ini paling sering terjadi. Contoh: “Saya jual motor ini Rp 10 juta” dijawab “Oke, saya beli tapi Rp 9 juta ya.” Ini belum jadi akad jual beli yang sah, tapi jadi negosiasi baru.
  • Jeda Terlalu Lama: Ijab diucapkan hari ini, qabulnya baru besok, tanpa ada indikasi akad masih berlangsung. Kecuali dalam akad yang memang memungkinkan jeda atau menggunakan tulisan.
  • Tidak Ada Kejelasan Niat: Mengucapkan sesuatu yang mirip sighat tapi niatnya bukan untuk berakad. Misalnya, sekadar bercanda atau basa-basi.
  • Sighat dalam Paksaan: Sighat yang diucapkan di bawah tekanan atau paksaan tidak sah, karena tidak mencerminkan kerelaan.
  • Mengabaikan Sighat dalam Akad Tertentu: Beberapa orang mungkin menganggap remeh pentingnya sighat, terutama dalam transaksi yang dianggap kecil atau ‘biasa’. Padahal, prinsip sighat berlaku di semua akad yang mengikat.

Menghindari kesalahan-kesalahan ini memerlukan pemahaman dasar tentang pentingnya kejelasan dan kerelaan dalam setiap transaksi.

Tips Praktis Memastikan Sighat Anda Sah

Biar akad atau transaksi kamu sah dan berkah, perhatikan tips praktis terkait sighat ini:

  1. Jelaskan Niat dengan Lugas: Saat berakad (terutama yang penting seperti nikah, jual beli properti besar, sewa jangka panjang), gunakan kata-kata yang jelas dan tidak menimbulkan tafsir ganda. Sebutkan jenis akad, objeknya, dan syarat-syarat pokoknya (misal: harga, durasi, dll.).
  2. Pastikan Pihak Lain Sepakat Utuh: Dengar baik-baik atau baca dengan teliti respons dari pihak lain. Pastikan qabulnya sesuai 100% dengan ijabmu. Kalau ada yang beda, berarti belum qabul, perlu negosiasi lagi sampai ada ijab-qabul yang cocok.
  3. Lakukan dalam Satu Majelis: Usahakan proses ijab dan qabul terjadi berdekatan. Hindari jeda yang terlalu lama yang bisa dianggap membatalkan “tawaran” awal. Kalau terpaksa terpisah waktu, pastikan ada kesepakatan bahwa tawaran masih berlaku atau gunakan media tertulis yang lebih mengikat.
  4. Dokumentasikan Jika Perlu: Untuk akad-akad penting atau bernilai besar, sighat lisan saja kadang kurang kuat sebagai bukti. Buat sighat dalam bentuk tulisan (kontrak, kuitansi) yang ditandatangani, bahkan disaksikan notaris jika diperlukan. Ini sangat membantu di kemudian hari.
  5. Pahami Jenis Akadnya: Setiap akad (jual beli, sewa, utang, nikah, dll.) punya kekhasan dalam sighatnya. Pelajari sighat yang umum dan sah untuk jenis akad yang akan kamu lakukan.

Dengan memperhatikan tips ini, kamu bisa lebih yakin bahwa akad yang kamu lakukan itu sah dan mengikat secara syar’i.

Fakta Menarik Seputar Sighat yang Mungkin Belum Anda Tahu

  • Dalam mazhab Syafi’i (yang banyak dianut di Indonesia), sighat lisan dengan kata-kata sharih (jelas) sangat ditekankan, terutama untuk akad-akad penting seperti nikah. Kata-kata kiasan (kinayah) bisa sah jika disertai niat yang jelas.
  • Konsep sighat ini menunjukkan betapa Islam sangat menjunjung tinggi prinsip kerelaan dan transparansi dalam setiap interaksi muamalah. Tidak boleh ada paksaan, penipuan, atau ketidakjelasan yang bisa merugikan salah satu pihak.
  • Debat tentang keabsahan sighatul mu’athah (sighat perbuatan) seringkali berpusat pada apakah perbuatan itu sudah cukup kuat menunjukkan kerelaan kedua belah pihak, terutama dalam transaksi besar. Untuk transaksi kecil sehari-hari, mayoritas ulama modern cenderung membolehkan karena adanya urf (kebiasaan) yang berlaku.
  • Di era digital, sighat juga berkembang. Klik “Setuju” pada syarat dan ketentuan online, konfirmasi pembelian di e-commerce, atau tanda tangan digital pada dokumen elektronik, semuanya bisa dianggap sebagai bentuk sighat tulisan atau isyarat di era modern, asalkan memenuhi syarat-syarat keabsahan.

Sighat di Era Digital: Bagaimana Penerapannya?

Di zaman serba digital ini, transaksi seringkali terjadi tanpa tatap muka langsung atau ucapan lisan. Jual beli online, perjanjian layanan digital, hingga akad pembiayaan syariah online, semuanya butuh sighat. Bagaimana penerapannya?

Sighat Transaksi Online

Sighat dalam transaksi digital umumnya beralih ke bentuk tulisan digital dan isyarat digital.

  • Sighat Tulisan Digital: Contohnya adalah dokumen elektronik yang berisi ijab dan qabul, yang kemudian “ditandatangani” secara digital, atau chat/email yang berisi kesepakatan jelas antara kedua belah pihak.
  • Sighat Isyarat Digital: Klik tombol “Beli Sekarang”, centang kotak “Saya Setuju dengan Syarat dan Ketentuan”, atau konfirmasi pembayaran, bisa dianggap sebagai sighat isyarat digital yang menunjukkan kerelaan untuk berakad. Tentu ini sah jika sistemnya jelas, informasinya transparan, dan pihak yang melakukan “isyarat” tersebut memahami konsekuensinya.

Lembaga-lembaga fatwa kontemporer telah membahas keabsahan sighat dalam bentuk digital ini, dan mayoritas membolehkannya selama prinsip-prinsip sighat (jelas, sesuai, menunjukkan kerelaan) terpenuhi, dan ada sistem yang menjamin keamanan serta keautentikan transaksi tersebut. Jadi, klik “Bayar Sekarang” di aplikasi belanja online itu, insya Allah, sudah termasuk sighat jual beli lho!

Memahami Sighat: Investasi dalam Kehidupan Bermuamalah

Memahami apa itu sighat bukan cuma penting buat yang lagi belajar fiqih, tapi penting buat kita semua yang hidup bermasyarakat dan pasti melakukan berbagai transaksi setiap hari. Dari beli cilok di pinggir jalan sampai beli rumah, dari pinjam pulpen teman sampai akad nikah, semua butuh sighat.

Memahami sighat membuat kita lebih sadar bahwa setiap interaksi yang menghasilkan hak dan kewajiban itu punya dasar hukumnya dalam Islam. Kita jadi lebih berhati-hati, memastikan kerelaan penuh, kejelasan kesepakatan, dan kesesuaian antara apa yang ditawarkan dan diterima. Ini adalah bagian dari menjaga keberkahan dalam harta dan hubungan kita.

Dengan memahami sighat, kita juga bisa menghindari perselisihan di kemudian hari karena akadnya jelas dari awal. Ini adalah investasi pengetahuan yang sangat berharga dalam menjalani kehidupan bermuamalah yang baik dan sesuai syariat.

Mari Berdiskusi!

Gimana, sekarang sudah ada gambaran lebih jelas kan tentang apa itu sighat? Ternyata nggak sesulit yang dibayangkan ya, cuma butuh kejelasan dan kesesuaian antara niat dan ungkapan saat berakad.

Yuk, sharing pengalaman atau pertanyaan kamu seputar sighat di kolom komentar! Mungkin ada pengalaman menarik saat berakad atau ada hal lain yang ingin kamu tanyakan. Mari kita sama-sama belajar!

Posting Komentar